Jumat, 02 November 2012

SMK Kejuruan yang profesional

                 Salah satu kebijakan pemerintah tentang pendidikan menengah adalah peningkatan jumlah dan kualitas Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Secara umum kegiatan belajar- mengajar di SMK meliputi teori dan praktik. Kegiatan belajar teori pada prinsipnya sama dengan sekolah umum. Sedangkan kegiatan belajar praktik merupakan kegiatan belajar yang seharusnya lebih banyak dibanding dengan kegiatan teori. Oleh karena itu sebenarnya untuk SMK ruang teori bukan merupakan hal sangat penting, karena siswa seharusnya lebih banyak di ruang praktik. Untuk menunjang kegiatan belajar praktik di SMK, diperlukan sarana dan prasarana yang memadai seperti bengkel dan laboratorium.

Tanpa tersedianya sarana dan prasarana tersebut, maka SMK akan menjadi SMK teori atau dikenal juga istilah SMK sastra. Alat dan bahan yang dibutuhkan kegiatan praktik siswa rata-rata harganya relatif mahal, sehingga untuk kelancaran praktik tersebut diperlukan biaya yang besar. Disamping itu, untuk mencapai sasaran yang diharapkan diperlukan tenaga pengajar/guru yang mempunyai kompetensi di bidangnya. Untuk mendapatkan guru yang seperti ini tidak mudah. Apalagi teknologi terus berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Seharusnya guru selalu mengikuti perkembangan teknologi agar tidak ketinggalan teknologi. Diharapkan mereka mengajarkan teknologi yang terkini. Hal ini pun masih terdapat kendala, karena pendidikan memerlukan waktu yang cukup lama, sehingga yang diajarkan sekarang mungkin pada saat siswa tamat, teknologi tersebut sudah ketinggalan.
Salah satu hal yang perlu dipersiapkan untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan pembelajaran di lingkungan SMK adalah keberadaan perpustakaan sekolah yang berfungsi secara baik. Dalam penerapan pembelajaran banyak ditemui berbagai permasalahan lapangan salah satunya adalah ketersediaan bahan pelajaran untuk menunjang proses pembelajaran masih harus perlu dispersiapkan dengan baik. Banyak sekolah di lingkungan SMK yang belum siap dengan penyediaan bahan pelajaran melalui perpustakaan sekolah. Ketidaksiapan tersebut bukan semata-mata disebabkan kurangnya bahan pelajaran (baca buku dan sumber informasi ilmiah lainnya), akan tetapi juga disebabkan oleh pengelolaan perpustakaan yang kurang baik dan terstandar, sehingga koleksi yang sudah dimiliki kurang dapat didayagunakan untuk menunjang pelaksanaan kurikulum secara maksimal.
Berdasarkan beberapa pengamatan dan survei secara umum masih banyak sekolah belum memiliki perpustakaan yang dikelola dengan baik yang mampu menunjang proses pembelajaran secara memadai sesuai dengan tuntutan KBK, apalagi untuk perpustakaan di lingkungan sekolah d SMK. Berdasarkan pengamatan awal bahwa keberadaan perpustakaan di lingkungan sekolah di SMK belum dikelola secara memadai, hal ini lebih banyak disebabkan karena tenaga pengelola yang belum memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam mengelola perpustakaan.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Kepala Perpustakaan Nasional RI bahwa hanya 5% (lima persen) dari seluruh sekolah pada tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP) di Indonesia yang jumlahnya mencapai lebih dari 260.000 unit yang sudah memiliki perpustakaan, selebihnya sebanyak 95% (sembilan puluh lima persen) tidak dan belum memiliki perpustakaan sekolah. Padahal, keberadaan perpustakaan sangat penting dalam menunjang proses belajar-mengajar, sekaligus sarana menanamkan budaya baca kepada siswa sejak dini (KOMPAS, Kamis 3 Juli 2003). Berbagai faktor yang menyebabkan kondisi ini mulai dari tidak adanya ruangan walaupun buku-buku sudah tersedia, tiadanya petugas perpustakaan, dan kendala lain adalah faktor kepedulian dari sekolah yang relatif masih kurang perhatiannya terhadap perpustakaan sekolah.
Sementara itu, Gerakan Pemasyarakatan Gemar Membaca (GPGM) sebuah LSM yang kegiatannya terfokus pada peningkatan minat baca masyarakat, memprediksi bahkan hanya sekitar satu persen pendidikan dasar (SD dan SMP) negeri di Indonesia yang jumlahnya sekitar 260.000 buah lebih yang telah memiliki perpustakaan sekolah. Kondisi perpustakaannya pun tak tertata secara baik dan sebagian besar isinya adalah buku pelajaran pokok yang diberikan pemerintah kepada sekolah-sekolah (KOMPAS, Kamis 25 Juli 2003).
Demikian pula tentang jejak pendapat KOMPAS (Sabtu, 19 Maret 2005) menyatakan bahwa harapan dari keberadaan perpustakaan baik itu perpustakaan umum, perpustakaan sekolah maupun perpustakaan daerah paling tidak adalah untuk membangkitkan apresiasi terhadap buku sehingga dapat membangkitkan tumbuhnya minat baca. Akan tetapi dari hasil jejak pendapat tersebut menyebutkan bahwa 51,1% paling tidak seminggu sekali berkunjung ke perpustakaan, sementara sebesar 26,7% menyatakan sebulan antara 1 sampai 3 kali, dan sebanyak 22,2% menyatakan kurang dari satu kali sebulan atau tidak pernah. Jejak pendapat KOMPAS tersebut menunjukkan bahwa apresiasi terhadap perpustakaan, dalam hal ini termasuk siswa sangat rendah. Hal ini disebabkan perpustakaan kurang dapat berperan secara aktif untuk merangsang siswa agar mau datang ke perpustakaan sekolah.
Secara umum kurang berfungsinya perpustakaan sekolah disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut:
Pertama, terbatasnya ruang perpustakaan disamping letaknya yang kurang strategis. Banyak perpustakaan yang hanya menempati ruang sempit, tanpa memperhatikan kesehatan dan kenyamanan. Kesadaran dari pihak sekolah sebagai penyelenggara sangatlah kurang. Perpustakaan hanyalah untuk menyimpan koleksi bahan pustaka saja. Pengunjung tidak merasa nyaman membaca buku di perpustakaan, sehingga perpustakaan dipandang sebagai tempat yang kurang bermanfaat. Dengan melihat keadaan di atas sepertinya pihak sekolah kurang menyadari tentang pentingnya perpustakaan.
Kedua, keterbatasan bahan pustaka, baik dalam hal jumlah, variasi maupun kualitasnya. Keberadaan bahan-bahan pustaka yang bermutu dan bervariasi sangatlah penting. Dengan banyaknya variasi bahan pustaka, anak akan semakin senang berada di perpustakaan, kegemaran membaca dapat tumbuh dengan subur sehingga kemampuan bahasa siswa dapat berkembang dengan baik dan dapat membantu anak dalam memahami mata pelajaran lainnya. Kemampuan bahasa merupakan kemampuan dasar yang sangat berpengaruh dalam belajar. Begitu juga jika bahan pustakanya bermutu, maka anak akan banyak memperoleh pengetahuan yang berguna dalam hidupnya. Namun, untuk mengadakan bahan pustaka yang banyak dan bervariasi dibutuhkan dana yang besar, mengingat harga bahan pustaka biasanya mahal, lebih-lebih jika bahan pustaka tersebut bermutu. Namun, dari pihak sekolah sendiri sering kurang berusaha untuk menambah koleksi bahan pustaka, dengan alasan utama adalah mahalnya harga bahan pustaka. Padahal, anggaran untuk belanja bahan pustaka setiap tahunnya selalu ada, namun jumlah bahan pustaka hampir tidak pernah bertambah.
Ketiga, terbatasnya jumlah petugas perpustakaan. Banyak perpustakaan sekolah yang tidak ada petugasnya, atau hanya tugas sambilan. Maksudnya, mereka bukan petugas yang hanya mengurus perpustakaan saja, sehingga sering tugas di perpustakaan jadi dikesampingkan dan perpustakaan dianggap kurang bermanfaat. Lebih-lebih bertugas di perpustakaan adalah pekerjaan yang sangat menjenuhkan, baik dalam hal pelayanan pengunjung maupun perawatan bahan pustaka yang ada, sehingga dibutuhkan suatu kesabaran yang tinggi.
Keempat, kurangnya promosi penggunaan perpustakaan menyebabkan tidak banyak siswa yang mau memanfaatkan jasa layanan perpustakaan. Pada umumnya kurang tahu tentang kegunaan perpustakaan, begitu juga dengan bahan pustakanya. Siswa membutuhkan dorongan dan ajakan untuk berkunjung ke perpustakaan. Kurangnya ajakan untuk mengunjungi perpustakaan menjadikan siswa asing terhadap perpustakaan. Untuk tahap-tahap awal, siswa perlu dipaksa masuk perpustakaan, yaitu dengan jalan memberi tugas membaca buku dan kemudian menceritakan atau membuat laporan. Jika dilakukan secara rutin hal ini menjadi kebiasaan yang positif dan mereka akan merasa membutuhkan perpustakaan.
Untuk meningkatkan keberadaan perpustakaan sekolah di lingkungan SMK agar dapat berfungsi dengan baik dalam menunjang proses pembelajaran di sekolah, solusi yang perlu ditempuh adalah adanya upaya untuk menyiapkan sumber daya manusia yang menguasai dan peduli terhadap pengembangan perpustakaan sekolah. Untuk itu dipandang strategis bahwa guru atau staf yang akan diberi tugas mengelola perpustakaan sekolah perlu memiliki kualifikasi dan kompetensi yang memadai sebagai tenaga perpustakaan sekolah. Standar untuk tenaga perpustakaan sekolah sudah diterbitkan yaitu peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 25 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Perpustakaan Selolah/Madrasah. Standar ini seharusnya sudah diimplementasikan di sekolah-sekolah di Indonesia termasuk di lingkungan SMK.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar